Hidup Itu Seperti Martabak Spesial
Namaku Gusti, saat ini umur 18 tahun, belum pernah punya pacar, hidup berjalan semulus jalan setapak menuju puncak gunung, masih mencari perguruan tinggi yang mau menampung orang istimewa seperti guwe, tapi yang penting guwe kaya coy bukan kaya monyet loh.. Ini buktinya dari kecil setiap guwe minta sesuatu ama bokap atau nyokap selalu aja bokap nyokap ngomong kayak gini “ Papah sama Mamah lagi nggak ada uang kamu minta saja sama Bapamu yang di surga, kekayaannya melebihi semua yang ada di bumi”. Hehehe meski guwe dari keluarga pas – pasan, pas ada kebutuhan pas ada rezeki yang penting Bapa guwe yang di surga kaya dan tahu kebutuhan guwe.
Selepas dari itu semua guwe paling bingung kalau di tanya “ Mas, asli mana?”. Bokap asli Jogja nyokap asli Semarang tapi guwe ama my little brother lahir di Bali. Umur lima tahun pindah ke Jakarta mencicipi solar dan asap knalpot khas Ibukota. Umur enam tahun pindah ke Semarang mencicipi suasana dan udara asli pegunungan di Ambarawa. Umur sepuluh tahun pindah ke Solo mencicipi masakan, keramahan, keindahan dan kenyamanan hidup. Umur tujuh belas tahun pindah ke Purwokerto dengan kedewasaan yang terus bekembang. Bingung? Sama, guwe juga bingung tapi enak pindah rumah jadi bisa jalan – jalan bertemu orang lain dengan kebudayaan yang lain. Dibilang nggak enak emang bener nggak enak juga, jadi jarang ketemu ama konco – konco.
Mungkin hidup seperti ini bukan kehidupan yang di harapkan atau di impikan seseorang. “Apalah daya anjing menggonggong di timpuk gentong” merengek nggak merubah segala sesuatu. Guwe nikmati aja hidup ini, pemberian Tuhan yang nggak bisa di tukar ‘n di beli dengan segala sesuatu yang ada di dunia. Hidup berpindah – pindah juga membuat guwe cepat melupakan sesuatu. Entah itu baik atau buruk guwe coba lupain semua dan fokus ke kehidupan baru di lingkungan yang baru. “Guwe coba tuk lupakan tapi kembali teringat yang guwe lupakan” kenangan memang bagian yang tidak bisa di hilangkan, tanpa kenangan kita tidak akan merasakan kebahagiaan. Seorang tua renta mungkin sudah tidak dapat membuat kenangan namun dia masih bisa mengenang kenangan yang dia buat dulu.
Itulah hidup pahit, manis, asam, asin, gurih di mix menjadi satu. Kalau cuma manis doang bukan hidup namanya, karena setiap orang yang hidup pasti memiliki pengalaman yang bermacam – macam dari yang menyenangkan sampai yang mendukakan. Hidup itu seperti martabak spesial, pertama kita memilih tempat membelinya, kedua mengantri dengan sabar sebelum memesan, ketiga menunggu martabak spesial, keempat kita menyantapnya. Memilih tempat membeli berarti kita memilih tujuan hidup atau cita – cita. Mengantri berarti kita harus sabar dan pantang menyerah dalam menggapai tujuan hidup atau cita – cita. Menunggu berarti kita harus melewati proses yang tidak boleh di lewati begitu saja, semakin lama kita di proses, output yang kita peroleh pasti semakin menggembirakan. Menyantap berarti itu masa dimana kita telah mencapai puncak hidup kita, kita sudah merasakan manis, pahit, asam, asin, gurihnya martabak special atau sedih, senang, duka, gembira hidup.
0 comments:
Post a Comment